Selasa, 26 Maret 2013

Cabai Mahal, Petani Galau


Mahalnya bawang merah dan bawang putih akhir-akhir ini semakin memperlihatkan pertanian kita belum berhasil. Ditambah lagi harga cabai yang mulai merangkak naik. Apapun penyebabnya, pemerintah merupakan pihak yang paling layak bertanggungjawab. Luasnya lahan, sinar matahari sepanjang tahun dan banyaknya tenaga ahli petanian belum mampu memenuhi kebutuhan pertanian kita. Tak sepantasnya kita mencari kambing hitam. Pemerintah, petani, akademisi serta semua pihak terkait hendaknya bersatu mencari solusi terbaik.
Sebelum komoditas bawang merah naik, banyak petani bawang di Brebes mengeluh minimnya penghasilan karena biaya operasional tak sebanding dengan harga jual bawang. Merekapun memutuskan mata pencaharian lain yang lebih menguntungkan. Disaat harga bawang dan cabai mahal mereka tak merasakan keuntungan karena sebelumnya telah memutuskan berganti pekerjaan. Setelah bawang mahal mereka baru mulai menanam bawang kembali. Apakah harga bawang tetap tinggi pasca mereka panen?
Sarjana Pertanian Banting Stir
Pihak akademisi juga harus bertanggungjawab. Banyak sarjana pertanian tidak mengaplikasikan ilmu merereka dan mereka lebih memilih profesi lain seperti pegawai Bank, jurnalis dan lainnya. Tentu ini tak murni salah mereka, tingginya biaya pendidikan menuntut mereka mencari pekerjaan apapun demi mendapatkan uang dan membanggakan orang tua.
Pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan dituntut mengatasi masalah ini dengan bijak. Berikan para Sarjana Pertanian suatu stimulan supaya mereka mau memajukan pertanian Indonesia. Andai kita komit mengelola pertanian, bukan mustahil kita akan merajai pertanian dunia karena semua potensi pertanian ada di negeri ini.

Jumat, 22 Maret 2013

“Software” pemersatu sepakbola Indonesia


Dua tahun belakangan sepakbola Indonesia mengalami berbagai konflik yang tak kunjung berakhir. Konflik dimulai era Nurdin Halid, pada era itu cabinet Nurdin dianggap kerap membuat keputusan controversial. Salah satunya Liga Indonesia dikontrak dengan nilai kontrak Rp 10 M/tahun oleh ANTV selama 10 tahun. Harga yang sangat murah untuk Liga Super yang notabene liga nomor satu di Indonesia. Nurdin tetap bersikukuh bahwa dia telah menjalankan statuta FIFA dengan benar.
Pihak yang merasa kecewa terhadap kepemimpinan Nurdin membuat Liga Primer Indonesia (LPI) sebagai Liga Tandingan. Dibawah Arifin Panigoro Liga ini menggemborkan liga yang murni professional. Kabinet Nurdin hanya mengakui Liga Super Indonesia (LSI) dibawah naungan PT Liga Indonesia sebagai kompetisi yang sah dan menganggap liga LPI illegal karena tidak mendapat restu dari PSSI.
Meski Nurdin cs kekeh mengillegalkan LPI namun mereka tak kuasa menahan kudeta Arifin cs. Setelah Nurdin lengser tampilah Johar Arifin sebagai ketua umum PSSI, sejak era Johar LPI dibawah PT Liga Prima Indonesia Sportindo diakui PSSI sebagai Liga yang legal. Masalah kembali muncul tatkala klub-klub Merasa tak diberi keadilan karena klub-klub yang sebelumnya dikeluarkan dari cabinet Nurdin diikut sertakan sebagai peserta liga kasta tertinggi.
Akhirnya pihak yang kecewa dengan Johar kembali mendirikan LSI, namun sekarang giliran LSI yang diilegalkan PSSI. Kisruh liga berimbas pada Timnas Garuda,Johar memilih pemain timnas hanya dari LPI sedangkan mayoritas pemain langganan timnas berada di LSI. Pihak yang kontra dengan Johar mengatasnamakan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) dibawah pimpinan La Nyala M. Mengkritik habis keputusan Johar.
Baik PSSI maupun KPSI sama-sama mengklaim bahwa mereka yang benar. Dualisme kepemimpinan ini mendapat sorotan FIFA. FIFA mengancam bila sampai batas waktu tidak dapat menyelasaikan konflik maka Indonesia akan mendapat sanksi. Setelah lelah “bertarung” akhirnya pertengahan maret 2013 KPSI resmi dibubarkan dan kedua pihak bersatu kembali.

Selasa, 19 Maret 2013

SMK (Sekolah Mencetak Kuli)


Kurikulum pendidikan di Indonesia silih berganti namun tetap tak bisa merubah pola pikir peserta didik. Mayoritas peserta didik bercita-cita pasca kuliah bekerja dengan pakaian rapi dan bergaji bulanan. Bahkan tak sedikit oknum Guru di Indonesia menanyakan ke alumni, pekerjaan apa yang sedang alumni jalankan, bukan bisnis apa yang sedang alumni kembangkan. Tak heran sekarang setiap lowongan kerja diperebutkan banyak orang dan makin banyak sarjana menganggur. Hal ini disebabkan sangat sedikitnya jiwa wirausaha dikalangan peserta didik.
Selama ini pemerintah menggalakan SMK dengan kurikulum berorientasi dunia kerjasebagai pencetak tenaga terampilPemerintah seakan ingin memperbanyak pemuda terampil terserap di lapangan kerja dan pengangguran terus berkurang. Namun dengan maraknya sistem outsourching banyak alumni SMK yang terus bergonta-ganti tempat kerja dan ketika mereka dianggap sudah tidak produktif, perusahaan enggan memakainya kembali.
Jika pola pikir kalangan pendidikan kita hanya sebagai pencari kerja bukan pencipta lapangan kerja maka selamanya kita dijuluki NKRI (Negara “Kuli” Republik Indonesia). Solusi mengatasi masalah ini yaitu merubah kurikulum “worker oriented” dengankurikulum yang menitikberatkan jiwa wirausaha pada peserta didik. Sehingga mereka tidak kebingungan mencari kesibukan pasca lulus.
Pekerja bukanlah profesi hina namun alangkah lebih baik menjadi wirausahawan yang notabene penyerap tenaga kerja. Seandainya tenaga terampil kita berjiwa wirausaha, tidak mustahil ekonomi kita terus membaik dan SMK bukan lagi Sekolah Mencetak “Kuli” tetapi berganti menjadi Sekolah Mencetak “Konglomerat”.